5/03/2016

Jangan Jadikan Kami Buruh

Deary Anak Rantau, Ironis sekali keadaan masyarakat Indonesia kini yang berbondong-bondong, berebut dan bekerja keras demi status pekerjaan sebagai buruh. 

Dari berbagai wilayah di indonesia dari sabang sampai merauke, mereka berbondong-bondong pergi merantau ke Ibu Kota Indonesia, Jakarta, dan wilayah jabodetabek dengan sekedar ingin mempunyai penghasilan, dapat di katakan buruknya sebagai buruh. entah itu buruh orang dalam negri atau di pekerjakan oleh pihak luar negri.

Berbagai kelulusan pendidikan dari SD, SMP, SMK/SMA dan Sarjana mereka berbondong bondong ke wilayah ibu kota negara, mungkin hal seperti ini di karena kan di wilayah asal mereka tidak adanya lowongan pekerjaan.

Dari wilayah jawa, hampir semua sekolah SMK yang ada di jawa mereka tiap Tahun mengirim anak kelulusan terbaru dari sekolah mereka dan menjadi tenaga kerja ke sejumlah wilayah jabodetabek untuk menjadi seorang buruh pabrik, dengan iming-iming gajih yang lumayan dan tentunya lebih besar dari kota asal mereka.

Apakah ini sudah menjadi adat di Indonesia, ketika mereka lulus sekolah SMK mereka di harus kan merantau ke wilayah jabodetabek untuk menjadi buruh pabrik? Dan kebanyakan bekerja di perusahaan asing yang ada di indonesia.

Sangat disayangkan jika para calon penerus bangsa harus menjadi seorang buruh di usia produktif mereka. Padahal dengan menjadi buruh pabrik dapat dikatakan mereka di jadikan robot bernyawa bagi perusahaan, yang tentunya menguntungkan pihak luar yang punya saham perusahaan tersebut.

Dengan sitem perusahaan yang ketat dan tidak sedikit juga yang bekerja dengan waktu 12 jam, mungkin iya uang yang mereka dapatkan besar, tapi bagaiman perkembangan buat mereka, mereka hanya di butakan dengan uang, dan banyak perusahaan yang melarang mereka untuk kuliah dan dikala lembur di wajibkan untuk lebur tidak dapat menolak.
Sepele saja mungkin kebanyakan karyawan tidak mengetahui info berita terkin dan perkembangan di luar perusahaan, yang mereka tau hanya bekerja, lembur dan gajian, sampai seterusnya begitu. Dan miris juga melihat yang mereka sudah bekeluarga dengan sistem kerja lebih dari 8 jam, tak sedikit dari mereka yang mempunyai anak, samapai anak kadang harus di titipkan ke orang lain atau ke keluarga mereka yang berada di kampung, bukan kah hal seperti ini dapat merusak moral sang anak?

Berbagai alasan yang mereka ungkapkan untuk pergi merantau menjadi buruh pabrik, karena alasan ekonomi, alasan keinginan penghasilan besar, ataupun karna mengikuti para orang tua mereka dan sanak sodara keluarga mereka.

Padahal dengan sistem yang sekarang dengan sistem PKWT atau bisa disebut kontrak. dan tidak ada jaminan menjadi karyawan tetap. Semakin bergantinya tahun semakin banyak juga kelulusan baru yang lulus dari sekolah mereka dan beranjak ke ibu kota untuk merantau, terus bagaimana dengan orang yang terdahulu di rantau, mayoritas mereka ada yang masih bekerja ada yang masih bertahan di perantauan walau dengan status pengangguran, karena kerjaan pun terbatas dan perusahaan kebanyakan mengingintak tenaga baru yang lebih fress dan lebih berenejik.

Kalau sistem seperti ini sudah menjadi adat bagaimana dengan mereka yang masih bertahan di perantauan dengan menganggur? mereka pun enggan pulang, mungkin karna malu tidak membawa uang dan malu pulang dengan status nganggur.
Dan kebanyakan juga mereka bingung kalau pulang ke kampung halaman, tentu saja mereka bingung karena sekian lama mereka hidup di perantauan dan tidak mengetahui perkembangan yang ada di kampung halaman mereka.

Sekarang Negri ini harus bekerja keras untuk merubah sistem tersebut, dan mengembangkan anak muda untuk mendidik dan membangun bangsa ini sebagai penerus bangsa.

#SavePemudaIndonesia



No comments:

Post a Comment